Minggu, 20 September 2015

harusnya aku tahu

Aku tersedak, GoodDay cappucino yang baru saja kuteguk tiba-tiba terasa pahit sekali, padahal aku menambahkan 2 bungkus gula sachet sebelum aku mengaduknya tadi. Pupil mataku kontan membesar saat tanpa sengaja menangkap sebuah postingan dari sebuah akun yang sangat tidak asing bagiku, akun yang tertulis rapi di kolom “save search” ku. Qoute bergambar yang isinya entah kenapa aku percaya diri sekali bahwa itu buatku. Atau mungkin sebenanarnya berharap itu buatku.

Sebelumnya, aku ingin bertanya..

Apa kau pernah menyukai seseorang entah karena apa, dan tidak pernah menemukan alasan untuk melupakannya? AKU SEDANG.

Sebut aku bodoh, mungkin itu memang sebutan untuk orang yang terlalu keras kepala untuk menyerah seperti ku. Aku masih betah bertahan menaruh harap pada orang yang sama, orang yang sama dengan 3 tahun lalu, goblok bukan? Tapi, bukankah tulus memang terkadang segoblok itu?

Dia menyukaiku, sayangnya aku hanya berani menebak sampai disitu,tentang “lalu, jika Dia menyukaimu kenapa Dia tidak kunjung menyatakan perasaannya setelah bertahun-tahun?” belum mampu kujawab, dan aku tidak pernah berniat untuk mencari jawabannya, karena berusaha mencarinya hanya membawaku pada kemungkinan, bisa saja hanya aku yang jatuh sendirian. Yah, semacam cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ah, cinta bertepuk sebelah tangan? aku bahkan belum pernah menepuk, hanya memendam nya sepanjang tahun, begitu juga dia.

Namun, bertahan selama ini bukan tanpa alasan, percayalah kebodohanku tidak berada pada level itu juga.

Kalian mungkin akan tertawa jika tahu bahwa sebenarnya ini semua hanya berawal dari sebuah candaan, sebelum pada akhirnya aku yang kemudian ditertawakan oleh kenyataan.

Empat tahun lalu saat aku mengatakan menyukainya pada hampir semua orang yang mengenalku sesungguhnya itu tidak lebih dari sekedar lelucon, membuat mereka tertawa dengan menceritakan perasaan-perasaan ilusi begitu menyenangkan.

Saat itu aku tidak pernah berpikir bahwa lelucon itu akan balik menertawaiku di masa depan. Sekarang, bahkan saat aku menulis semua ini aku harus mengakatakan bahwa aku benar-benar tidak bisa melupakannya.

Setelah semuanya berubah, setelah tidak ada lagi Dia seperti dulu, selepas dia pergi, setelah dia menjadi masa lalu yang tidak pernah kulalui, aku menderita.

Aku sudah pasti bisa hidup tanpa dia, seperti halnya sebelum dia ada, dulu. Tapi aku tidak mengatakan aku hidup dengan bahagia setelah Dia kemudian “hilang”.

Harusnya aku mengerti bahwa tidak semua candaan hanya akan selalu berakhir candaan saja, harusnya aku paham bahwa sebuah perasaan maut bernama “cinta” bisa saja datang membunuhku.


Harusnya aku tahu.

I Love you like I do

Aku menyukainya bahkan hanya dari caranya berjalan

Mungkin hanya aku yang menyukai dengan alasan sekonyol itu.

Karena itu..

Pertanyaan retoris “apa sih yang kamu suka dari dia?” sudah menjadi kalimat yang tidak asing buatku.
Mereka tidak akan mengerti.

Hanya aku yang bisa menilainya dari sudut pandang itu.

Karena itu…

Hanya aku yang bisa mengerti kenapa aku menyukainya.

Aku jatuh cinta (lagi)
Masih jatuh cinta tiba-tiba seperti kemarin.
Masih jatuh cinta yang berawal dari candaan seperti kemarin.
Masih jatuh cinta sendirian seperti kemarin.
Masih perasaan yang sama, namun dengan orang yang berbeda.

Orang yang mungkin tidak sehebat, sekeren atau seluar biasa orang lain diluar sana
Tapi Dia yg mungkin biasa saja itu, aku menyukainya dengan amat sangat.

Kau tahu?..
Pernyataan idealis “aku suka dengan pasangan yang seperti ini, aku luluh pada seseorang yang seperti itu” pada akhirnya hanya akan menjadi teori jika kau telah di-realistiskan oleh sebuah perasaan bernama “cinta”. Percayalah.

Seperti aku yang selalu saja dibuat jatuh hati sejatuh jatuhnya pada seseorang yang berbeda dari apa yang sering aku bayangkan.
Atau sederhananya sebut saja “kriteria”
Ah, bukankah aku juga tidak cukup cantik untuk memiliki kriteria?
Bukankah memiliki standar kriteria berarti kita bisa memilih?
Bagaimana denganku? Dia bisa mengeja namaku dengan benar saja itu sudah lebih dari cukup.

Teruntuk kau seseorang yang berhasil membuatku kembali merasakan getar yang dulu sempat hilang.
Teruntuk kau seseorang yang dengan sukses membuatku tiba-tiba saja tertawa ditengah lamunan.
Aku sudah akrab dengan situasi seperti ini..

“menyukai sebatas punggungnya saja”

Tidak usah khawatir , aku tidak akan berharap balasan apa-apa.
 Yang kuminta , cukup untuk tidak merasa terganggu dengan perasaan sepihakku ini.

Terimakasih J.


Kamis, 03 September 2015

Aku tidak apa-apa.

Datang dan pergilah sesuka hatimu, aku tidak apa-apa. Serius

Tertawalah bersama mereka, bahagialah bersama mereka, lalu jika sedang sendiri, jika kau sedang bosan, jika kau butuh seseorang untuk berkeluh kesah, hubungi saja aku.

Bukankah memang selalu begitu?

Kau tahu kan, selalu ada “iya” pada setiap pintamu, selalu ada senyum tulus disetiap akhir kalimatmu.

Yang kau tidak tahu, aku memutuskan untuk berhenti berusaha melupakanmu.

Awalnya memasak dan melupakanmu adalah dua hal yg sedang susah payah untuk kulakukan, tapi setelah aku sadar berusaha melupakanmu hanyalah buang-buang waktu, aku memutuskan untuk belajar memasak saja.

Selepas kau pergi, hatiku yang semula semeriah kembang api, berakhir sesunyi dini hari.

Selepas kau pergi kepalaku seolah jalanan ibu kota, selalu ramai oleh “kamu”. Tak hanya sekelebat, kau selalu berlalu-lalang tanpa jeda.

Lalu bagaimana aku dikepalamu? Aku tahu, aku hanya pilihan pada saat kau sedang bosan, aku tahu aku bukan prioritas utama bagimu, aku tahu aku hanya sekelebat dibenakmu. Aku tahu.

Meski begitu, datanglah jika kau sempat, datanglah jika kau tidak sedang sibuk-sibuknya. Aku selalu “punya waktu” untuk mu.

Untuk seseorang yang di hatinya bahkan tidak pernah ada celah untukku.

Aku yang tidak bisa melupakanmu biarlah itu menjadi urusanku, tetaplah menjadi “kamu” yang memang tidak punya perasaan apa-apa padaku.

Aku yang jatuh cinta sendirian, itu adalah keputusanku. Kau, tetaplah menjadi “kamu” yang datang jika kau sedang ada perlu saja.

Biarlah tetap seperti itu, tidak apa-apa, aku baik-baik saja.

Aku serius.