Senin, 23 September 2013

Memenangkan Ego

Senja memancarkan cahaya temaram nya kewajah sendu Rissa, gadis berkerudung yang sejak 2 jam lalu duduk sendiri di sudut Café menatap word laptop nya yang masih kosong.

Sesekali mata bulat nya melirik smartphone nya kemudian berpindah ke word kosong nya lagi, terkadang juga mengitarkan pandangan ke seisi Café seraya mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Seperti itu terus, entah apa yang ada di benak nya. Tapi untuk orang yang melihat raut wajah dan sikapnya, Mahasiswa semester 7 Fakultas Psikologi di sebuah perguruan tinggi swasta itu jelas punya masalah.

Bola mata hitam legamnya menangkap semua rutinitas di Café itu. ada yang sedang sibuk dengan keybord laptopnya, ada yang sibuk dengan berbagai macam merk smartphone nya, entah apa yang di lakukannya, mungkin lagi men stalking social media gebetannya, batin nya ketika itu. ada juga yang sedang bercanda dengan teman-temannya, ada yang sedang sibuk memadu kasih dengan kekasihnya, yah smoga bukan selingkuhannya, batinnya lagi.

Secangkir Moccacino ice yang menemaninya sejak awal tadi, belum tersentuh. Rissa seperti sedang memutar memori yang ada di kepalanya, tepatnya memori satu minggu yang lalu, ketika kejadian itu. kejadian yang membuatnya merasa kehilangan dan menolak kehadiran yang begitu berharga secara bersamaan. Semua karena satu sebab. PERASAAN.

            “ kamu kenal aku sejak kapan sih? Kamu tau kan baru kali ini aku suka sekali sama seseorang, kok kamu  tega sih Riss?” cecar Lenna saat menemui Rissa di rumahnya seraya menunjukkan apa yg sudah di bacanya. gadis berparas cantik bak model itu sesekali mengusap air matanya sendiri.

            Lenna adalah sahabat Rissa sejak di perguruan tinggi, persahabatan mereka begitu dekat melebihi sebuah persaudaraan. Rahasia Rissa adalah rahasia Lenna juga, begitupun sebaliknya. Lenna slalu menceritakan apa yg di alaminya pada Rissa, termasuk soal Bara. Bara adalah teman sefakultas mereka, bara adalah satu-satunya laki-laki yang mampu membuat Lenna jatuh cinta, dan hal itu pun di ceritakannya pada Rissa.

            Sebenarnya Rissa tidak pernah bereaksi apa-apa saat Lenna menceritakan semua ke kagumannya pada Bara, Rissa hanya jadi pendengar yang baik, tidak memberi saran apapun, meminta Lenna berhenti menginginkan Bara karena Bara telah jatuh cinta pada perempuan lain misalnya, Rissa tidak pernah tega mengatakan itu, apalagi saat ia sadar, wanita yang di cintai Bara itu adalah diri nya sendiri. Dan celakanya dia juga memiliki perasaan yang sama dengan Lenna. Bedanya Rissa memiliki cinta yang berbalas, tapi Lenna, selama ini Lenna hanya jatuh cinta sendirian.

Rissa menjalani hubungan tanpa status dengan Bara, mereka dekat, dekat sekali malah, tapi Rissa tidak ingin membuat hubungan yang sesungguhnya bgitu di inginkan nya itu menjadi lebih serius. Alasannya sederhana. Hanya karena tidak ingin membuat Lenna tersakiti.

Dan seperti yang diharapkannyaa, Lenna sama sekali tidak tau soal kedekatannya dengan Bara, Lenna masih selalu asyik bercerita panjang lebar soal sikap manis Bara padanya, sikap-sikap Bara yang nyatanya hanya diartikan berlebihan oleh Lenna. Lenna selalu bercerita bahwa Bara memberinya harapan palsu, padahal sebenarnya hanya Lenna yang terlalu pede, Bara yang selalu di nilai Lenna ingin membuatnya cemburu, padahal sebenarnya itu hanya mindset hasil ciptaan nya sendiri.

            Terkadang Rissa merasa bersalah pada sahabat baiknya itu, ingin jujur namun Dia tidak tega, ingin mengalah tapi Dia juga tidak cukup hebat untuk itu. iba nya ingin melakukannya tapi hati nya tidak pernah memberi ijin untuk itu.

            Hingga pada saat itu. lenna mengetahui semua kebenaran itu sendiri. Semua berawal dari ke usilan nya. Waktu itu smartphone Rissa tertinggal di rumah Lenna, saat menyadari itu Lenna dengan usilnya membuka chat Blackberry messenger Rissa, dan….. Dia mendapati nama Bara disana. Ke usilannya pun berubah menjadi rasa penasaran. Di baca nya hal yg seharusnya tidak boleh dilakukannya tanpa ijin, namun rasa penasaran nya menampik smua kaidah itu.

            Lenna membaca smua percakapan social media itu dengan jelas, Bara yang mengatakan sama sekali tidak mencintainya, Bara yg selama ini bersikap baik yang Dia salah artikan itu hanya demi menjaga hubungan baik dengannya sebagai sahabat baik wanita yg di cintai nya, Bara yg jelas-jelas mengatakan bahwa Dia mencintai Rissa, bukan dirinya.

            Tanpa sadar, air mata menyusuri wajah cantiknya, pipi yang selalu terlihat seakan bersemu merah itu kini berubah menjadi aliran air mata yg bgitu deras. Hatinya berantakan, tidak pernah terpikir di benaknya Rissa menyembunyikan hal seperti ini. Sebenarnya Dia tidak ingin sepenuhnya menyalahkan Rissa, namun emosi itu tidak bisa diajak berkompromi, ego nya tidak mampu mentolerir semua kenyataan pahit ini.

            “ jawab Riss, kenapaa?” lanjutnya dengan ekspresi yang begitu menyakitkan bagi Rissa
            “Maaf Lenn, tapi ini smua tidak seperti yang kamu pikirkan” jawab Rissa dengan raut wajah yang begitu merasa bersalah.

            “tidak sperti yang ku pikirkan? Menurutmu stelah melihat smua ini, aku harus memikirkan apa? Berpikir bahwa ini smua hanya candaan? Berpikir bahwa ini hanya caramu untuk membuatku dekat dengannya? Kau memintaku untuk memikirkan smua Omong kosong itu?” cecarnya kini dengan nada yang sedikit lebih tinggi

            “Lenna maafkan aku, aku hanya tidak ingin membuatmu tersakiti. Aku serius”

            “lalu kamu pikir dengan seperti ini, aku baik-baik saja? Aku mengetahuinya sendiri, secara kebetulan karena keusilan ku, bukan dari kejujuranmu, tidakkah kamu berpikir itu jauh lebih sakit?”

lenna menangis di depan sahabat yang begitu di sayangi nya itu, bahkan saat mengetahui semua kenyataan itu, bahkan ketika kini ia sedang menyidang sahabatnya itu, disamping kekecewaannya, disisi lain Lenna juga sangat menyayangi Rissa. Karena itu, karena itulah sebenarnya Dia tidak bisa menahan air matanya.

            Dia tidak hanya kecewa pada Rissa yang sudah tidak jujur padanya, tapi Dia juga kecewa pada dirinya, pada dirinya yang dibutakan perasaan, sehingga menjadi tidak peka pada perasaan Rissa, kecewa pada dirinya yang dengan bodohnya menyalah artikan sikap Bara selama ini.

            Sejak kejadian di rumahnya itu, Rissa tidak pernah berkomunikasi baik lagi dengan Lenna , setelah Lenna meninggalkan nya sendiri diantara rasa bersalah. Lenna menghindarinya, lebih tepatnya menjauhi nya, tidak ada balasan sms, blackberry messenger, bahkan jawaban telpon dari Lenna setelah itu. dia benar-benar meninggalkan Rissa dalam arti yang sebenarnya.

            Rissa merasa ada yang kosong dalam dirinya, ada sesuatu yang dulu pernah dimilikinya namun sekarang tidak ada lagi, Rissa kehilangan, kehilangan sesuatu yang begitu sangat berharga. Sahabat

            Setelah kejadian itu Rissa menceritakan semuanya pada Bara, gadis yang sebelumnya tampak selalu ceria dimata Bara. Kini Dia menangis, ada rasa sesal, rasa bersalah yang begitu besar di mata gadis ini, Bara bisa membacanya dengan jelas.

            “Tidak ada yang salah”, kata Bara ketika itu, “

bukan salah mu, Salah Lenna, salah ku, salah cinta, atau salah keadaan. Semua ini hanya kekeliruan. Ucap Bara bijaksana.

“Semua akan baik-baik saja, setiap orang punya ego nya masing-masing, setiap orang punya emosinya masing-masing, dan semua itu di kendalikan oleh perasaan, perasaan yang Terkadang membuat kita melupakan semuanya, perasaan yang tidak jarang membuat kita tidak mengerti apa yg telah kita lakukan, membuat akal sehat kita sedikit tak berguna” lanjut Bara lagi kala itu

Rissa mendengus, menghebuskan nafas kuat-kuat, menarik nafas panjang, kemudian membuangnya lagi. Moccacino ice yang sama sekali sudah tidak ice itu akhirnya tersentuh, kemudian menyeruputnya sekaligus, entah karena sudah terlalu lama terabaikan, Moccacino itu sudah tidak berasa apa-apa lagi, hambar, setidaknya itu yang dirasakan indra pengecap Rissa.

“Riss, kamu disini?”

            Rissa tersentak, hampir saja Ia tersedak oleh Moccacino hambar itu. Rissa mengenal baik suara yang tidak asing itu, suara yang sudah lama tdak didengar telinganya, suara yg ia sangat rindukan, suara serak khas itu milik Lenna.

            Rissa menoleh ke sumber suara tadi, tepat disampingnya, berdiri seorang perempuan cantik, berambut panjang, tinggi yang menjulang dengan kulit putih bersih, cantik sekali dengan balutan dress biru selutut nya. Dia Lenna.

            Lenna sangat cantik, jauh sekali jika harus dibandingkan dengan Rissa, Rissa gadis berwajah tirus yang biasa-biasa saja itu belum habis pikir kenapa seorang Bara justru lebih memilihnya dibanding Lenna yang bak bidadari inii.

            “karena hatiku yg memilihmu” tiba-tiba sekelabat Rissa mengingat jawaban Bara saat ia menanyakan hal konyol itu.

            Ah, apa yang sedang Dia pikirkan, dihadapannya kini ada Lenna, sosok yang sangat di rindu nya.

            Lenna duduk tanpa menunggu kalimat dari Rissa, ia tersenyum manis sekali. Sebuah ekspresi yang berbeda 180 derajat kala terkahir mreka bertemu.

            “heii kok bengong? Masih ingat aku kan? Kamu lupaa? Ah Rissa kamu keterlaluan” candanya mencoba mencairkan suasana seraya memanyunkan bibir tipisnya.

            “Lenna, kamu…. Kamu kenapa bisa tau aku disini?” Rissa masih canggung, ia mencoba menatap wajah sahabtnya itu lekat-lekat, ah raut wajah yang begitu teduh. Batin Rissa saat itu

            “tentu saja aku tau, kamu lupa kalau kita bersahabat? Bukannya ini satu-satunya tempat pelarianmu ketika ada masalah, dan …. “ bicara Lenna terhenti sejenak.

            “dan ketidak hadiranku bukannya masalah besar bagimu? Aku tau kamu disini, karena aku, aku belum melupakan apa-apa tentangmu”

            “Lenna, maafin aku, akuu tidak bermaksud…..” belum selesai ia bicara, Lenna mendengus.

            “hemmm, ayolah Riss jgan katakan itu lagi, kamu sudah pernah mengatakannya, bisahkah sedikit kreatif? Aku hanya butuh waktu Riss, butuh waktu untuk memahami ini smua dengan kepala dingin, anggap saja kemarin itu hanya cara ku meluapkan ego. Aku minta maaf sudah membuatmu serba salah” ucapnya santai seraya tersenyum

            “Lenn, kamu?’

            “kenapa? Aku baik? Iyyalah, itu rahasia umum, fiuh tapi sayangnya Bara lebih menyukaimu, hahaaaa. Sudahlah Riss, kita sudah terlalu dewasa untuk menyikapi hal sperti itu dengan ego, tapi kamu jgan lakukan itu lagi yah? Semua hubungan itu harus dengan kejujuran, termasuk persahabatan, hal yang menurut sisi kita baik, belum tentu baik di sisi orang lain, seringkali kita justru melakukan hal yang sebenarnya bgitu kita hindari, jgan bermain petak umpet dengan perasaan karena itu sensitive tidak smua orang bisa mencerna nya dengan baik, dan aku nyaris seperti itu, untung ada Bara, Bara menjelaskan smuanya dengan bijaksana, Dia membantuku membuka jalan berpikirku yang sudah mulai buntu”

            “Baraa?”

            “iyya, kamu pikir Dia hanya diam melihat konflik rumit ini? Dia yang menyadarkanku bahwa kamu jauh lebih berharga darinya bagiku, stelah aku pikir, apa aku sanggup menyadari kamu dan Dia tersakiti hanya krena egoku, bukankah jauh lebih bahagia melihat orang yg kita sayangi sama-sama bahagia? Tapi tenang saja, aku menyanginya kini tidak lebih dari sekedar teman, atau katakan saja tidak lebih sebagai kekasih sahabatku”

            “ini serius?” Rissa masih setengah percaya, klau memang sperti ini, bukankah ini akhir yang bgitu bahagia. Batinnya kemudian

            “tidak, ini hanya settingan reality show Rissa. Iyyalah serius, gila aja, aku udah susah payah ngapalin kalimat-kalimat ini masa’ di bilang becanda” goda Lenna seraya mendengus

Rissa akhirnya tertawa, sikap ajaib sahabat cantiknya ini benar-benar selalu penuh kejutan. 

Lenna yang bisa mengalahkan ego nya, Lenna yang begitu dewasa, Lenna yang baik. Lenna yang selalu membuatnya merasaa nyaman. Rissa tidak ingin lagi kehilangan sahabatnya ini, tidak lagi. Meski itu harus di hadapkan pada sebuah pilihan, Bara yg kini resmi jadi kekasihnya atau Lenna sahabat rumit nya ini.

            Lenna akan selalu yang terbaik bagi Rissa, dan Bara, paham jelas persoalan itu. karena persahabatan itu selalu mengerti, persahabatan itu tidak pernah ada kata “mantan” karena terlalu boodoh untuk menukarnya hanya dengan cinta yang belum pasti.


Karena tidak ada yang lebih mengerti dari persahaban, selain persahabatan itu sendiri.

Minggu, 22 September 2013

Hilang

Kehilangan adalah ketika kita merasa sudah tidak memiliki apa yang dulu pernah kita miliki. Mungkin secara sederhana bisa dikatakan seperti itu.

Atau kehilangan bisa juga dikatakan saat kita merasa ada ruang yg kosong dalam diri yg mungkin dulu pernah di huni seseorang. Ada perbedaan perasaan antara yang dulu dan sekarang. Dulu yang mungkin kita bgitu menyukai seseorang kemudian kini sudah tidak lagi, itu juga disebut kehilangan. Lebih tepatnya kehilangan “rasa”.

Apa kau pernah merasakan hal seperti inii?

menyadari seseorang yang dulu begitu akrab denganmu sekarang berubah menjadi cuek dan seakan tak pernah berbagi tawa bersama. Itu juga kehilangan, dan itu bentuk kehilangan yang cukup menyesakkan. Apalagi jika Dia sangat menyenangkan.

Jika kamu tidak ingin berpikir bahwa ia memang menjauhimu, cara berpikirmu akan memvonis bahwa “bisa jadi Dia tidak melihatku” namun saat hatimu jelas menyadari bahwa itu bukan perkara Dia tidak melihatmu, tapi memang sengaja untuk tidak melihatmu, sesak itu datang tiba-tiba, menjalar, merasuki hati, pikiran dan membuatmu berpikir “ah, mungkin Dia sudah mendengar fitnah buruk tentangku” dan mungkin-mungkin yang lainnya, mungkin yang hanya membuat kita mencurigai orang lain.

Tidak ada kehilangan yang tidak menyakitkan, apalagi jika itu kehilangan perhatian. Tidak ada lagi sapaan nya saat bertemu, sekedar “say Heii” atau meledekmu tentang hal yg bgitu kau sukai seperti yg sering dilakukannya dulu. Atau bahkan bullying candaan yg dulu justru membuatmu bgitu dekat dengannya.

Saat harus menyadari bahwa jgankan untuk melakukan itu lagi, melirikmu pun skrang Dia tdak punya inisiatif lagi. Itu adalah sebuah kehilangan hati, kehilangan yg tdak bisa tergantikan.

Lebih menyesakkan lagi saat kamu tidak mengerti kenapa Dia bisa berubah seperti itu, kenapa Dia tidak seperti dulu lagi, bagian mana yang salah?, apa yang salah?, atau siapa yang salah? Seakan mengantri untuk di jawab. Jawaban yang tidak mampu kau minta darinya. Karena Dia tidak seperti dulu lagi.

Tidak ada lagi waktunya untuk sekedar menggodamu, dengan seakan ingin menyrempetmu dengan kendaraanya, menjulurkan lidahnya kearahmu, menimpuk manjamu oleh gulungan kertas, atau sekedar mengerjaimu, entah karena Dia kini terlalu sibuk, atau berpura-pura sibuk.

sebuah bentuk ke akraban yang dulu tidak terlalu kau perhatikan, bentuk perhatian yg dulu hanya kau sepelekan, yang ternyata kini menjadi moment yang bgitu kau rindukan. Moment yang kau inginkan untuk terjadi lagi.

Sesuatu yang dulu biasa saja, nyatanya kini bgitu berarti saat ia tdak ada lagi. Dan ketika kau bertanya. “apakah setiap yang hilang harus selalu dicari?” sudut kosong di hatimu dengan cepaat menjawab “iyya”. Karena sebuah keakraban yang hilang tidak pernah bisa diganti oleh keakraban yang lain.  Keakraban yang hanya Dia yang tau cara membuatmu nyaman dan menyukainya.

Keakraban yang bahkan tidak bisa di tukar dengan seseorang yang lebih istimewa darinya. Keakraban yang punya sensasinya sendiri. Sebut saja kau merindukannya.

Lalu apa yang akan kamu lakukan? Pasrah dengan keadaan? Diam dan menebak-nebak kenapa Dia seperti itu? atau mencari kehilangan itu dan memilikinya seperti sediakala? Tergantung pilihanmu.

Pilihanku. Diam dan menebak-nebak kenapa Dia seperti itu. karena aku tidak cukup berani untuk memulai dan mencarinya.  Dan karena Kamu bukan aku, jadi, jgan lakukan hal yang sama denganku. (y)

Sabtu, 21 September 2013

siang hari di Malioboro

“Dannnnn………….”

            Dania berbalik kearah seseorang yang baru saja memanggilnya, dari jarak beberapa meter berdiri seorang laki-laki. Laki-laki tersebut kemudian berlari-lari pelan menghampiri Dania yang mematung. Kini laki-laki berperawakan tinggi, berkulit sawo matang, mata yang tajam, hidung mancung, alis yang nyaris terlihat bersambung, terbingkai sempurna pada wajah tirus dengan rahang yg tercetak jelas itu berdiri tepat di depannya. Dia Randi Putra Mahesa teman satu fakultas Dania.

            Dania adalah Mahasiswa semester 7 Ilmu Hukum di salah satu Universitas Negeri terkemuka di kotanya. Gadis berambut panjang ala-ala bintang iklan shampoo itu seorang yang lebih cocok dengan definisi gadis manis, dia cantik tapi tidak cukup cantik untuk jadi bintang iklan kosmetik. Dia manis dengan kacamata nya, bukan kacamata mines sebenarnya, hanya aksesoris untuk membuatnya terlihat lebih dewasa, katanya.

            “mau kemana? ngopi yuk, gue mau ngomong kerjaan juga sama lo” kata Randi kemudian membuyarkan tatapan Dania pada setiap sudut wajah Randi yg disebutnya sangat simetris ini.

            “Ooo boleh” jawabnya singkat sembari tersenyum manis tepatnya manis sekali, setidaknya itu yg sempat di bahasakan oleh mata Randi. Dania memang tidak cocok untuk jadi bintang iklan kosmetik, wajahnya sudah sangat teduh tanpa polesan bedak atau kosmetik yg selalu melekat tebal di wajah perempuan pada umumnya. Dan Randi menyukai tipe wanita seperti Dania.

            “kerjaan apaaa?” todong Dania langsung saat mereka sudah duduk berhadapan di sebuah meja sudut kantin fakultas.

            “widih selow dong Neng, baru juga nyampe, belum juga nafas, belum juga pesan minum” jawab Randi sembari membuka jaket hitam bertuliskan “Los Blancos Real Madrid” yg diatasnya terdapat sebuah logo Club yg dipakainya tdi lalu meletakkannya di meja, Kemudian memesan 2 jus Melon pada Ibu kantin.

            “oke, nafas udah, duduk udah, pesan minum udah, jadi kita mau ngobrol apa nih?” todong Dania lagi. Gadis yg saat itu terlihat santai dengan celana jeans hitam, kaos oblong abu-abu berlengan pendek, rambut di cemplon itu memang bukan termasuk orang yg suka basa-basi.

            “jadi weekend ini majalah gue lagi mau bahas soal hiruk pikuk jalan Malioboro, gue akan memotret smua hal yg yg bisa membuat Malioboro menjadi target wisata bagi orang Jogja sendiri dan tentunya wisatawan yg akan dan mau datang ke sana.” Jelas Randi kemudian menyeruput Jus Melon yang baru saja dibawakan Ibu kantin. Randi adalah seorang fotografer tetap di sebuah Majalah ternama di Jogja. Selain tertarik di bidang hukum, Randi juga adalah seorang laki-laki yg begitu menyukai dunia memotret, baginya mengabadikan semua hal dalam sebuah frame foto memiliki kepuasaan tersendiri baginya.

            “terus kerjaan gue ngapain?” Tanya Dania lagi

            “jadi asisten gue” jawabnya singkat seraya menyunggingkan senyum yang entah kenapa seakan membuat hati Dania berdesir.

            “Asisten lo? Memang fotografer majalah punya asisten? Trus kerjaan gue ngapain? Bersih-bersihin lensa kamera lo?” Tanya nya lagi kali ini dengan pertanyaan bertrilogi

            “gaklah, gue minta lo jadi asisten bukan pembantu. Gak smua fotografer punya asisten sih, mungkin malah terdengar aneh, tapi untuk hal ini gue butuh bantuan lo, gue butuh pendapat harus motret apa, bagusnya temanya apa, gue mau ada korelasi antara foto yg satu dengan foto yg lain biar relevan, dan lo kan juga jago nulis, lo bisa ngasih tambah-tambahan narasi lah setelah foto itu gue edit, intinya klo ada lo, gue bisa nyelesain satu rubric dengan sempurna.  yah sbenarnya gue juga males sih jalan-jalan ke Malioboro sendirian, sekalipun soal pekerjaan, klo ada lo kan jadi lebih seru” jelas Randi panjang lebar, namun dari semua alasan, alasan terakhirlah yg sebenarnya paling utama bagi Randi.

 Entah kenapa akhir-akhir ini Randi selalu ingin menghabiskan waktu dengan Dania, Gadis yg mulai akrab denganya sejak acara Fakultas itu membuatnya terkadang senyum-senyum sendiri saat memikirkannya. Di mata tajam Randi, Dania adalah gadis yg berbeda dengan gadis lain, entah apa bedanya, tapi Randi merasa seperti itu, tawa lepas Dania, senyum tipisnya, cara bicaranya, karakternya, Randi suka smua apa yg dimiliki Gadis ini. Bahkan sifat moodyan nya..

            Randi tau Dania bisa berubah dari terlihat begitu Bahagia menjadi Dania yg bermuka kusut hanya karena membaca gossip jelek mengenai figure idolanya, yah semudah itu mood perempuan ini berubah, perempuan yg pelan tapi pasti membuatnya menjadi Randi yg kembali memiliki hati, karena  skrang Dia bisa merasakan perih itu saat Dania dekat dengan pria lain.

            Randi pernah menjalin hubungan serius selama 4 tahun dengan seorang perempuan, namun semuanya berakhir gelap ketika perempuan yg berbeda 180 derajat dari Dania itu memilih menikah dengan pria pilihan orang Tua nya. Sejak itu Randi memilih sendiri, menutup dirinya kurang lebih 2 tahun dari mahluk bernama wanita. Tapi, tapi saat bertemu Dania ada yang berbeda, entah kenapa Randi seakan menemukan kembali perasaan lain yg dulu pernah membuanya bgitu menyukai seseorang selama 4 tahun.

            “oke, boleh juga, kebetulan weekend nanti gue nganggur, yah nemenin Ario Bayu KW kayak lo bolehlah” jawabnya seraya menggoda Randi dengan menaik turunkan alis cantiknya. Selain senyum, alis adalah bagian lain dari Dania yang sangat Randi sukai, Alis Dania sempurna, alis yg di idam-idamkan wanita hingga rela mengganti alisnya dengan alis buatan. Tapi tidak pada Dania, alis cantik itu langsung dari Allah.

            “Ario bayu KW? Ayolah Dann, gue jauh lebih kece kali dari dia” jawab Randi melongos.

            “ gue itu Patrick Wilson tau, lebih kece malah” tambahnya lagi seraya menjulurkan lidahnya ke arah Dania.

            “oon, bikin pilihan tuh yang miripan dikit kek, dari Ario Bayu ke Patrick Wilson kolerasinya dimana toh” kelakarnya seraya membalas juluran lidah Randi.

            Randi memang lebih mirip pemeran Josh di film Insidious itu, mungkin Randi adalah Patrick Wilson saat berusia 21 tahun. Setidaknya itu tebakan Dania.

            Matahari pagi Jogjakarta menyambut mereka begitu hangat, jalan Malioboro memang tdak pernah sepi pengunjung, banyak hal menarik yang bisa kita temui di tempat ini, penjual aksesoris, deretan jajanan kota jogja, alunan music jalanan khas jawa yg begitu mendayu-dayu, ah Malioboro begitu mempesona.

            Sinar matahari pagi memantulkan cahayanya pada sudut kacamata Dania, membuat bola mata hitam legam gadis yang hobby mencemplon rambutnya itu terlihat berbinar. Disampingnya, berdiri seorang laki-laki yg mengenakan junper hitam dengan celana jeans senada seraya focus dengan kamera Canon yg sedang di operasikannya. Laki-laki yg tampak sempurna dengan sepatu converse abu-abu itu adalah Randi.

            Beberapa jam mereka berdua terlihat begitu sibuk dengan tujuan mereka ke tempat itu, sebuah kolom rubric di majalah tempa Randi bekerja.

            Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 siang, matahari sudah sangat tidak ramah lagi, Jogja yang dulu begitu nyaman bagi Dania sudah tdak ada lagi, kota ini sudah terasa menyengat saat jam-jam sperti ini, mungkin karena sudah terlalu banyak manusia di dalamnya.

            Randi mengajak Dania ke sebuah Café tidak jauh dari tempat mereka berdiri, café langganan Randi ketika berada di sekitar Malioboro. Setelah mengambil tempat paling nyaman menurut mereka. usai memesan secangkir Cappucino ice untuk Dania, dan secangkir lagi Americano untuk Randi. Mereka bercerita panjang lebar soal pekerjaan tadi, obrolan yang bgitu menyenangkan sampai tidak sadar bahwa cangkir Cappucino ice dan Americano tadi sudah tak berisi lagi.

            Dania memesan ice cream lagi, mereka masih melanjutkan obrolan itu, sampai pada akhirnya Randi mencoba mengakhiri misi utama untuk hari ini. Ia menghela nafas panjang, seperti sedang berpikir, kemudian mencoba menciptakan suara.

            “Dann, aku suka sama kamu”

Dania tersedak ice cream, entah kenapa ia merasa ice cream itu terasa hambar, ia menatap Randi tajam, mencoba mencerna baik kalimat Randi barusan.

            “aku suka sama kamu Dann. Ardania Hadi Putri, aku, Randi Putra Mahesa jatuh cinta padamu” ungkap Randi dengan tatapan tak kalah tajam.

            “Randii……” Dania bergumam lirih, ia menghela napas panjang. Menatap wajah Randi lekat-lekat. Ada keseriusan di bola mata hitam laki-laki itu, ada ke jujuran di sana.

            “Daniaa, aku bukan penulis, penyair atau seorang pujangga, aku bukan Neuruda yg bgitu hebat merangkai kata, aku juga bukan shekspere yg bgitu mahir mencipta kalimat. Aku tidak romantiss, aku tidak tau bgaimna caranya merangkai kalimat puitis untuk sekedar mengatakan aku menyukaimu, yang aku bisa katakan hanya aku jatuh cinta padamu, hanya itu.”

            Ice cream vanilla Dania yang baru 2 kali sendok itu terabaikan, mencair. Secair perasaan Dania sekarang. Laki-laki itu benar-benar menyatakannya. Selama ini ternyata Dia tidak jatuh cinta sendirian. Dania tidak menyukai laki-laki yg terlalu banyak bicara, menurutnya laki-laki yg terlalu pintar bicara juga pintar menipu. Dania suka pernyataan tanpa basa-basi Randi, Dania tidak suka pada orang yang terlalu sering basa-basi yg hanya akan berakhir seperti soto yg dianggurin 5 hari. Busukk.

            Dania kemudian tersenyum di depaan wajah tegang Randi, ah senyum itu manis sekali, batin Randi. Senyumnya, alisnya, rambut cemplon nya, Randi menyukai semua hal yg ada pada Dania. Randi benar-benar jatuh cinta.

Tapi, dia menyayangi Dania bukan krena alis, senyum, rambut cemplon atau hal lainnya. Sampai saat kata-kata yg membuat jantung Dania berdesir itu di ucapkannya, Randi tdak tau alasan mengapa ia begitu nyaman dan sangat menyayangi gadis yang tidak pernah dilihatnya berpoles makeup ini.

Rasa senang, getaran yg sulit dibahasakan, pembelaan demi pembelaan yg dilontarkan hatinya saat menyaksikan sisi menyebalkan gadis ini. Hanya itu yang di rasakan Randi. Ia tidak punya alasan jelas, seperti Dania yg tdak pernah punya alasan untuk menolaknya.

            Dan akirnya, Patrick Wilson 21 tahun itu sekarang adalah kekasih Dania, ini untuk pertama kalinya Dania menjalin hubungan lebih dari teman dengan seorang laki-laki, Dania tidak mengerti apakah Randi merasa nyaman dengan perlakuannya, Apakah Randi menyukai caranya mencintai. Seperti Dia yang bgitu nyaman dengan perlakuan sederhana Randi, dia yg bgitu menikmati cara Randi mencintainya. Randi selalu memberikan perhatian padanya tanpa ia minta, Randi selalu bisa mengertinya tanpa ia jelaskan. Dan Randi merasa begitu lengkap saat berada di samping wanitanya ini.

Bukankah cinta memang harusnya seperti ini, memberi tanpa meminta, mengerti tanpa menjelaskan dan merasa terlengkapi hanya dengan berdua. tidak dengan mencari kelengkapan lain diluar sana.

Bukankan cinta memang harus selalu jelas, tegas, pasti tanpa basa-basi? Bukankah cinta memang tidak ada keragu-raguan? cinta Karena cinta, bukan cinta karena sederet omong kosongnya.

Jumat, 13 September 2013

cinta itu penerimaan

hai kita ketemu lagi. sebelumnya terimakasih yah sudah berkunjung. kali ini tidak jauh-jauh dari sebelumnya kita akan membahas tentang "cinta" yah, tema blog ini kan memang tentang 5 huruf berbagai macam kisah itu. sedih, bahagia, galau atau bahasa inteleknya "kontroversi hati" ini bisa di sebabkan oleh cinta.

katanya cinta itu penuh warna, katanya juga cinta itu tidak hanya hitam atau putih, tapi juga abu-abu. tapi klo menurut saya cinta itu cuma ada "hitam" dan "putih". cinta itu jelas, klo iya (putih) yah iya, klo tidak(hitam) yah tidak, cinta itu tidak ada yg ragu-ragu (abu-abu). cinta itu selalu jelas, yang tdak jelas itu sebenarnya cuma si orangnya (kamu) bukan cinta.

nah dengan cinta yang jelas itulah yang akhirnya membiaskan warna-warna yang ceria, makanya saat kita saling jauh cinta hidup jadi begitu berwarna. ini teori saya, setuju yh bagus, klo tdak yasudah.

menurut saya, "cinta itu penerimaan"

saat kita tidak tau alasan yang jelas kenapa kita cinta dengan seseorang, saat hati hanya bisa menjawab "entahlah, cinta aja sih" ketika sebuah pertanyaan " kok bisa suka sama dia" membisik, itulah cinta. krena cinta itu memang tak beralasan, kyak lagunya element "cinta tak bersyarat". memang sih, smua hal itu harus ada alasannya untuk dijadikan sebagai jawaban, tpi bukankah "tidak tau" juga merupakan sebuah jawaban?

kalau kamu suka sama Dia hanya karena Dia gagah, hanya karena punya pekerjaan yg hebat hanya karena Dia menarik. jadi ketika dia dak gagah lagi krena usia, ketika dia kehilangan pekerjaan hebatnya, ketika ada yg lebih menarik jadi kamu akan berpaling dan tidak cinta lagi? jadi itu alasannya "selingkuh" jadi semudah itu?. yah.

karena itulah saya mengatakan cinta itu penerimaan, kamu bisa menerima dia apa adanya, kamu bisa menjadika tipe atau kriteria pasanganmu sebagai pengecualian buat dia.

sebenarnya menurutku, orang-orang yg punya tipe atau kriteria pasangan itu adalah orang-orang insecure. dia hanya terpaku pada sosok yg sudah dia ciptakan dipikirannya, dan akhirnya mengabaikan seseorang yg tdak sesuai tipenya pdahal bisa jadi itulah jodoh yg sbenarnya diciptakan Allah, itulah knapa kita seringkali menjalin hubungan dengan orng yg tdak tepat. kerjaannya gelisah aja nungguin orang yang sesuai dengan kriterianya, kadang klo kelamaan gak dapat pasangan sperti itu, kriterianya diubah lagi. tdak punya pendirian yang mantap. (menurut saya).


jadi kalau kita membiarkan perasaan itu jatuh kpada siapa saja, bgaimanapun wujudnya, sperti apapun karakternya tanpa target, yah smuanya akan jauh lebih mudah dan santai.

contoh bahwa cinta itu adalah sebuah penerimaan sperti ini. seseorang yang awalnya suka dengan laki-laki yang tinggi, berkulit eksotik, wajah tirus dengan rahang tercetak jelas, tpi stelah ketemu, berkenalan, akrab dengan seorang laki-laki yg kulitnya bisa dibilang lebih putih darinya, tdak terbilang tinggi dan juga tdak berwajah tirus. tapi, dia bisa jatuh cinta dan menjadikan kriterianya tdi sebagai pengecualian buat si laki-laki itu.

bukankah kata orang jika kita mencintai seseorang tanpa alasan, membuat kita akhirnya juga tdak punya alasan untuk meninggalkannya. karena bukankah cinta itu memang sampai mati :)






Sabtu, 07 September 2013

secangkir kenangan hangat

Masih tentang kamu. Kamu yg entah sampai kapan betah berlari-lari dipikiranku. Aku selalu berharap bisa menulis hal lain disini. Seperti cerita tentang orang lain selain dirimu misalnya. Tapi itu belum pernah terjadi, masih selalu tentang kamu.

Entah kenapa, aku hanya bisa menekan keybord saat ingin bercerita tentangmu, redaksi kalimat itu entah kenapa begitu mudah lolos dari pikiranku jika itu tentang kamu.

Mungkin, selain memasak, melupakanmu adalah hal yg masih berusaha untuk kupelajari dengan baik. Setiap detail kecil apa yg pernah kita lewati terekam rapi di memoriku, selalu melintas ketika hanya sepi yg menemaniku. 

Lalu, kenapa sekarang kamu tidak bisa sehangat dulu lagi?. Perasaanmu mungkin sudah banyak berubah. Tapi apa secepat itu? tak sedikitpun yg berjejak? Tdak adakah sedikit saja jejak yg bisa kita coba tapaki lagi seperti dulu?. Apakah jejak itu sudah hilang berganti jejak orang lain? Mungkin.

Kamu seperti sedang beradu ketegaran denganku. Mungkin, kita pernah sama-sama gagal. Sama-sama Gagal untuk saling melupakan. Bedanya, kamu masih berusaha untuk mencoba lagi, sedangkan aku tunduk dengan kegagalan itu dan seakan lupa untuk mencoba melupakanmu lagi. 

Mungkin, kita punya rindu yg sama. Bedanya kamu “pernah” merasakannya sedangkan aku “masih” merasakannya.

Selain mata kuliah statistic, mungkin hal lain yg belum bisa kupahami adalah sikapmu. Aku tidak tau, apa sebenarnya yg sedang berusaha kau jaga dengan hatimu, aku tidak berani menebak itu terlalu jauh. Karena salah tebak adalah salah sau hal paling tidak mengenakkan apalagi jika itu soal hati.

Meski, aku yakin. Aku yakin kamu “pernah” punya perasaan yg sama denganku, tapi yang tdak berani kuyakini, apakah sekarang kamu “masih” punya perasaan itu. takutnya selebihnya hanya aku yg terlalu pede.