Minggu, 13 Juli 2014

Tentang yang terlewatkan

Teruntuk kau yang tengah jatuh bangun untuk melupakanku…

Apa menurutmu ini tidak terlalu menyakitkan?? Apa kau tidak menderita dengan segala upaya mu itu? mungkin kau memang tidak selemah aku untuk dibuat menderita dan merasa tersakiti dengan keadaan seperti ini, tapi apakah kau tidak pernah berpikir untuk menyudahinya saja? Menyudahi untuk mencoba melupakanku, tidakkah kau akhirnya berpikir bahwa aku yang sudah begitu banyak menggores kenangan dalam hidupmu terlalu sulit untuk dilupakan?

Kau tahu, kapan aku merasa sangat membenci diriku sendiri? Iyya, saat aku dalam kesendirian dan tiba-tiba semua hal tentang “kita” datang melewati lorong waktu mengunjungiku, memaksaku menyesal pernah melewatkanmu. Kau pun sering merasakannya, bukan? Menyebalkan? Tentu.

Kau tahu? Kau telah membuatku merasa malu. Aku selalu memamerkan betapa pandai aku dalam berpura-pura tidak mempedulikanmu. Ah, mana kutahu kalau kau ternyata jauh lebih mahir dariku. Tidakkah kau berpikir kau seharusnya meminta maaf padaku untuk itu?

Ah, bicara apa aku ini, bagaimana mungkin aku setidak tahu malu ini meminta seseorang minta maaf atas perlakuan yang aku pun melakukannya. Haish, Apa kau berpikir aku memang tidak tahu malu? Karena Aku pun sebenarnya berpikir seperti itu.

Aku memintamu untuk berhenti melupakanku disaat aku sedang susah payah melupakanmu. Maafkan karena aku menjadi sekurang ajar itu. semoga kau tidak menyesal PERNAH menyukai orang se-egois aku, karena aku pun tidak pernah menyesal MASIH mencintai orang yang bahkan tidak bisa meredam gengsi untuk mengatakan perasaan terhadap orang yg dicintainya, sepertimu.

Apa kau masih ingat???

Betapa canggungnya kau dulu saat untuk pertama kalinya kita jalan bersama diantara temanmu yang juga adalah temanku? Aku masih ingat saat tanganmu gemetar ketika ingin memberi sesuatu pada temanmu yang tepat disampingku. Kau bahkan tidak pernah memalingkan wajahmu padaku, kenapa? Kau takut bertatap mata denganku? Kau takut bila aku melihat seberkas cinta pada kilatan matamu?

Apa kau juga ingat? dikesempatan yang sama, kau memperhatikanku dari jauh saat aku sedang manaruh minat pada sebuah benda lucu didepanku? Bingo, betul, saat itu aku sadar bahwa kau sedang memperhatikanku. Lalu kenapa dulu kau tidak mengucap sepatah katapun padaku? Apa kau takut suaramu akan gemetar? Jadi kau juga tahu suara kita akan menjadi gemetar saat kita sedang berbicara dengan orang yang diam-diam kita cintai? Jika iyya, alasanmu menyakitiku.

Lalu, apa kau juga masih ingat betapa seringnya kau menghubungiku duluan dengan segala macam bentuk percakapan basa-basimu? Kau bahkan menggunakan tehnik kamuflase demi menarik perhatianku. Kenapa kau melakukan itu? apakah dengan menjalin komunikasi bahkan hanya dengan lewat social media akan membuatmu merasa dekat denganku? Apakah dengan memastikan bahwa aku ada membuatmu merasa tenang? Jika iyya, aku pun melakukan nya dengan alasan yang sama.
Dan apakah kau masih ingat semua taktikmu hanya untuk bertemu denganku? Meminta bantuan untuk hal yang bahkan orang kau kenal lebih dekat dariku pun sebenarnya bisa melakukannya, bertemu denganku hanya untuk sesuatu yang sebenarnya bisa kau dapatkan dari orang selain aku. Kenapa? Kau tidak cukup berani memintaku secara terang-terangan untuk bertemu dengan alasan yang lebih jujur? Jika iyya, aku mengerti.

Oy, apa kau juga ingat segala upayamu untuk membuatku merasa cemburu? Menceritakan kekaguman mu pada orang lain yang aku tahu jelas itu hanya pura-pura. Iyya, saat itu, karena aku merasa kau terlalu sering menggunakan nya untuk membuatku cemburu, aku pun mengujimu. Aku mengatakan padamu tentang sebuah kalimat yang ku akui pernah kubaca dari sebuah buku, dan saat itu kau mengatakan kau sudah mengatahuinya dari Dia. Lagi-lagi bingo, aku berbohong dengan mengaku membacanya dari sebuah buku, sebenarnya itu hanya akal-akalan ku saja, aku sendiri yang menciptakan kalimat itu, kamu tertipu. Kenapa kau melakukan itu? agar aku akhirnya menunjukkan sikap cemburu yang menandakan akupun menyukaimu? Apakah segala respon baikku atas basa-basimu dan aku yang tidak pernah keberatan meng-iya-kan setiap permintaanmu tidak cukup membuatmu yakin bahwa akupun sangat menyukaimu? Jika iyya, aku kecewa.

Disaat aku sudah tidak menaruh minat pada setiap upaya cari perhatianmu, Kau pernah bilang padaku bahwa kau menyukai sahabatku, kau lagi-lagi memuji nya, memuji orang lain didepanku, saat itu aku dengan santai berpura-pura menawarkan akan mendekatkanmu dengan nya, tapi seperti dugaanku kau menolak, kau ingin berusaha sendiri katamu, tapi kenapa kau tidak melakukakannya? Kau bahkan tidak pernah meluangkan waktu untuk sekedar berbasa-basi dengannya, kenapa? Kau hanya berpura-pura kan? tidak apa-apa aku pun sering berpura-pura bercerita menyukai orang lain padamu.

Aku tidak tahu mengapa kau begitu sulit mengakui perasaanmu padaku, yang kutahu akupun juga sulit mengakui bahwa aku menyukaimu.

Kau tahu? Sebaiknya kita jangan lagi berpura-pura seperti ini, apa kau tidak lelah? Aku lelah. Tapi, aku tidak akan memintamu memulai semua hubungan aneh ini dari awal, aku hanya berharap kita bisa melanjutkannya. Aku menikmatinya, aku menikmati caramu menyuiku, meski itu menyakitkan, menurutku itu lebih baik daripada kau memutuskan untuk melupakanku.

Menurutku, bagian terbaik dari semua keadaan ini adalah tahu bahwa kau pernah menyukaiku, terlepas dari itu masih atau sudah tidak lagi, itu pilihanmu. Namun, jika kau sudah menentukan pilihan, dan itu adalah tetap dengan melupakanku, semoga suatu saat nanti kau tidak akan menghabiskan beberapa saat dalam hidupmu untuk menyesal karena pernah melewatkanku. J


Senin, 07 Juli 2014

J.I.K.A part 2 - Halaman Kosong-

J.I.K.A Halaman Kosong-


Di kaki langit, senja perlahan runtuh dan tertelan oleh langit yang kelabu. Sekelabu hati Mosha yang sedang berusaha menutup setiap celah perasaan yang seharusnya tidak pernah ia ciptakan. Sungguh, Mosha seharusnya tau sejak awal, bahwa ia tidak bisa berlama-lama dalam hubungan seperti ini.

Hubungan yang bahkan sebenarnya tidak harus ia mulai.

Mata bulat gadis yg hoby memposting tulisan-tulisan cinta di blog nya ini berkaca-kaca, sebuah arus air yang begitu deras seperti sudah siap meloloskan diri dari mata nya.

Di teras rumahnya, Mosha sedang duduk sendirian sembari menikmati snack kentang di tangannya, sebenarnya ia sedang menunggu Bara, sahabatnya. Mosha meminta Bara menemani nya di rumah saat Ayah dan Ibunya sedang ke acara nikahan keluarga di luar kota.

Mosha tidak pernah suka menghadiri sebuah acara pernikahan, selain karena tidak suka berdandan, Mosha sebenarnya adalah perempuan yang (kurang) percaya tentang cinta sejati. menurut Mosha, cinta hanyalah perasaan yg bisa kadaluarsa oleh waktu. Mosha tidak suka menjadi saksi sebuah peristiwa yg nantinya hanya akan kadaluarsa. Ya, Mosha memang orang yang sangat insecure tentang cinta.

Pintu gerbang rumah Mosha berderit, seorang laki-laki yang ia kenal bernama Bara masuk dengan tersenyum sumringah.

            “kamu lama bener, kenapa gak sekalian datangnya abis lebaran aja” Mosha memanyunkan bibirnya yang sebenarnya memang suduh cukup manyun,

Bara tertawa “ hahhaa, maaf..maaf tadi pas mau kesini, Adissa nelpon minta dianterin ke rumah temennya, ini dari nganterin” Bara kemudian duduk di kursi rotan bergaya modern di samping Mosha.

            “sms dulu kek kalau telat, kan nungguin nya lama” protes Mosha lagi.

            “kamu ini kenapa? kamu sahabat apa istri ke-dua sih, cerewet bener” ucap Bara sembari mencubit pipi kanan gadis yg duduk di sebelahnya itu.

            “kamu kenapa girang banget keliatannya, baru datang sudah sumringah?”

            “kenapa? Senyum ku gak kalah mematikan kan dari si Yong Hwa, mirip kan?” ujar Bara menggoda Mosha dengan nama artis k-pop idolanya”

            “muke lu jauh, mirip nenek moyangmu. Yang mirip sama senyum Yong Hwa nanti tuh cuma senyum suami ku.”  Balas Mosha sembari meninju pelan lengan Bara.

Mosha memang lagi suka-sukanya sama laki-laki bernama Jung Yong Hwa itu, vokalis band rock asal korea CNBlue itu memang memiliki senyum yang begitu memesona, senyum semanis kue Bingke kata Mosha, dan Mosha memang perempuan yg lemah dengan lelaki bersenyum manis, gak ngebosenin katanya.

            “suami mu? Raga, dong? Memang senyum nya Raga semanis kue bingke?” ujar Bara tiba-tiba, Bara baru saja menyebut nama seseorang yg dari tadi sudah ada di pikiran Mosha.

Mosha tersenyum sinis “ senyum Raga gak semanis kue Bingke, senyum Raga senyum sejuta dollar, senyum yang sangat berharga buat aku. Dan pemilik senyum itu tidak mungkin jadi suamiku” ujarnya lirih

            “kalian kenapa lagi? Jadian kagak, galau mulu, iyya. Takdir kok di dahuluin, kalau Tuhan udah keburu nulis nya jodoh, kamu mau apa.”

            “maka ini akan jadi satu-satunya takdir Tuhan yg akan meleset, semuanya sudah kelar, Bar. kelar” ucap Mosha sembari membuka bungkus snack kentang ke-4 nya.

            “ah? Hahahhaaa, kelar? Kalian pernah memulainya memang? Jangankan memulai, mencoba untuk memulai aja gak, Cuma talik ulur, saling ngodein. Cinta bukan untuk dikodein, Sha, tapi untuk diperjelas”

Mulut Mosha berhenti mengunyah, snack kentang gurihnya tiba-tiba jadi hambar. Ia menghela napas panjang, kemudian tersenyum pahit, senyum yg mungkin sepahit kopi Toraja tanpa gula.

            “iyya aku salah, maksudku, aku berhenti sebelum memulainya” ujarnya pelan.

            “kenapa lagi memang? Bukannya kemarin-kemarin kamu cerita kalau kalian udah baik-baik aja, katamu Dia kembali kayak dulu, bahkan sudah berani bilang suka meski gak begitu gamblang, kamu bilang dia basa-basi adu argument konyol lagi kayak dulu, katamu dia mulai caper lagi, dan dengan pipi merona  kamu bilang dia mungkin gagal moveon”

            “iyya, dan saat dia seperti itu lagi, Aku pun kembali ke sandiwara ku lagi, berpura-pura tidak peduli, berperilaku seakan-akan aku gak ada perasaan apa-apa sama dia, Aku terlalu pandai untuk berpura-pura, Bar. Saking pandainya aku bahkan merasa asing di kepalaku sendiri”

            “dan Raga berubah lagi?” Tanya nya dengan tatapan tajam pada Mosha

            “iyya, Dia sekarang sudah tidak peduli lagi, se-sering apapun, semanis apapun aku menyapa nya, dia tidak peduli lagi, bahkan dia sudah mengabaikanku”

            “yah, gini-gini aja terus, kalau cerita kamu ini di bikin novel, aku yakin pembacanya pasti bosan, beberapa waktu yg lalu, pas kita ketemu di cafĂ©, kamu ceritanya persis kayak gini juga kan? Gak bosan apa kamu punya cerita hidup yg berputar disitu-situ aja? Aku aja bosen dengernya.” Ucap Bara sedikit tajam

            “Tapi ini beda, Bar. Mungkin Raga sudah benar-benar muak sama Aku, mungkin kemarin itu sudah terakhir kalinya Dia ingin coba memulai hubungan baik denganku, tapi aku, egoku terlalu besar untuk menyambutnya”

            “Sha, saat kamu pernah yakin kalau Raga suka sama kamu, aku percaya. Tapi, Sha sebesar apapun cinta itu kalau gak ada umpan balik yah akan mati dengan sendirinya. Ada yg lebih celaka dari menunggu seseorang yg tidak tahu jika ia sedang ditunggu, Sha. Yaitu, Dua orang yang tidak tahu kalau mereka sedang saling menunggu. Yah, seperti kamu dan Raga”

            “entahlah, Aku terlalu takut, kamu tau Bar, bahkan terkadang Aku berpikir bahwa sebenarnya Ayah dan Ibu sudah tidak saling cinta lagi, mereka terlalu mudah terlibat pertengkaran, menurutku mereka bertahan hanya karena usia pernikahan yg sudah 30 tahun terlalu sayang untuk dilepas, atau mungkin mereka tidak ingin memberi contoh yg buruk padaku ” Mosha tersenyum sinis lagi

            “Sha, kamu tau masalah kamu apa? Masalah kamu adalah kamu terlalu isecure terhadap cinta, kamu ingin memastikan hanya akan menjalin hubungan dengan satu orang dalam hidupmu, kamu takut gagal Sha, kamu takut memberi semua cintamu ke Raga dengan pengakuan krena kamu ragu akan bertahan lama jika menjalin hubungan dengan nya, apa yg membuatmu Ragu, Sha? Kesetian mu kah. Atau kesetiaan Raga?”
Mosha menarik napas panjang lagi.

            “kami punya latar belakang keluarga yg sangat berbeda, Bar. Aku tidak pernah berpikir itu akan cocok, aku bukan ragu pada kesetiaan kami, tapi aku takut pada keadaan Bar, aku takut di gagalkan keadaan”

            “kamu tahu dari mana akan seperti itu jika tidak mencobanya? Cinta itu tentang penerimaan Sha, saat kalian sudah larut dalam sebuah cinta, dengan sendirinya kalian akan berjuang untuk mengatasi perbedaan itu. Sha, bukankah tidak ada hal yg pasti di dunia ini kecuali kepastian itu sendiri? Kalau kamu tetap dengan prinsip itu lalu bgaimana caramu menemukan pasangan? Bertanya pada penulis masa depan apakah kamu dan laki-laki itu kelak akan bersama sampai kakek nenek? Jadi kamu tidak akan menjalin hubungan sbelum bertemu langsung dengan Tuhan?” Bara memberi nasehat sebisanya pada sahabat insecure nya itu.

            “Entahlah, mungkin tidak untuk kali ini, mungkin Aku dan Raga memang tidak ditakdirkan bersama, mungkin Tuhan punya rencana lain dengan cara meninggikan egoku ini”

            “ya, terserah kamu sih, tapi jika saja kamu ingin coba melangkah, mungkin setidaknya kamu tidak akan melewatkan cinta pertama mu”

            “gak usah Bar, biarkan saja berjalan seperti seharusnya. Sekarang Raga sudah mengabaikanku, dan mungkin dia tidak akan kembali lagi seperti dulu, tahu dia pernah menyukaiku pun aku sudah bahagia. Ibarat sebuah Novel, anggap saja ceritaku dengannya ini adalah halaman yang kosong. Mari kita lewatkan saja”

            “tapi jangan merobeknya, sebagai pengingat agar kamu tetap sadar bahwa ada sesuatu yg pernah kamu lewatkan sehingga tidak akan ada halaman-halaman lain yg kosong lagi”

            “hmm… iyyya.” Mosha mengulas senyum manis di wajahnya, wajah perempuan nyeleneh yg lekat dengan definisi “gak cantik sih, tapi enak aja diliatnya, gak ngebosenin” setidaknya kalimat itu pernah tercipta dari bibir Bara.

            “ooo. iyyaa kamu sendiri gimana? Nessa makin kacau kayaknya” Tanya Mosha lagi.

Mosha balik bertanya pada Bara, si pemilik cerita yg di rumitkan keadaan. Bara yang masih selalu berusaha menikmati halaman barunya bersama Adissa, perempuan yg ia pacari sesaat setelah mengakhiri hubungan dengan kekasih lamanya, Nessa. Iyya, Bara jatuh cinta pada Adissa saat masih bersama dengan Nessa, dan melalui langkah besar ia memutuskan mengakhiri hubungan dengan Nessa karena Adissa. Tentu saja keputusan itu bukan tanpa campur tangan Mosha, iyya, Mosha yg menyarankan bara mengakhiri hubungan dengan Nessa. Bukan, bukan karena Mosha jahat pada Nessa atau berpihak pada Adissa, hanya saja, Mosha tidak mau bersahabat dengan seorang tukang selingkuh, menurutnya, putus dengan Nessa dengan menanggung segala resiko bersama Adissa jauh lebih laki-laki daripada harus diam dan berselingkuh.

            “iyya, risih sebenarnya, dalam hal ini, semua orang akan setuju bahwa Nessa adalah korban ke kurang ajaran ku dengan Adissa, tapi aku juga gak bisa marah. Di sisi lain aku kasihan sama Nessa, bagaimanapun juga aku pernah cinta sama dia, meski sekarang tidak lagi”

            “hal yg wajar sebenarnya, tapi menyerang mantan dan pacar barunya di social media itu hanya akan membuat nya sangat menyedihkan, tapi yah begitulah, itu semua karena cinta yg dibalut emosi, namanya sakit hati, dan sakit hati itu lah yg membuatnya tidak sadar kalau dia sebenarnya sedang mempermalukan diri sendiri”

            “aku sih ngangep nya itu caranya melampiaskan kesedihan, kalau itu bikin dia merasa jauh lebih baik, terserah” ujar Bara bijak

            “tapi Adissa nya gimana? Risih banget pasti, judge dari orang lain yg cuma liat hasil tanpa tau prosesnya pasti akan lumayan menyakitkan.

            “dia udah ngerti sih, dia perempuan yang kuat, sebelum mengambil tindakan kan kita udah tau dari jauh-jauh hari kalau resikonya bakal kayak gini, keadaan nya akan serumit ini, yang dia takutin hanya kalau aku akhirnya nyerah dan balik ke Nessa karena kasian”

            “dan jangan bilang kalau kamu mau nyerah? Ku pecahin kepalamu, Bar” ujar Mosha dengan nada sedikit bercanda.

            “se-sengklek-sengklek nya aku juga gak bakalan kayak gitu, gak mungkin lah aku ngambil langkah sebesar itu hanya karena kasihan”

            “semoga Adissa yang terbaik yah buat kamu” doa Mosha kemudian

            “semoga, Adissa perempuan yg kuat, karena dia yg kuat bertahan itulah yang bikin aku gak punya alasan untuk nyerah, padahal ini bukan salahnya, cinta yg membuat kerumitan ini terjadi, aku tau dia sangat terbebani dengan judge orng di luar sana, atau mungkin tekanan dari sahabat-sahabatnya yg gak ngerti sama tindakan dia dan menganggapnya sebagai orang ke-tiga yg sengaja merusak hubunganku dengan Nessa, padahal semuanya berjalan secara alami,. bukankah cinta layaknya kupu-kupu? dia bisa datang kapanpun dan hinggap di hati siapapun, dan itu yg terjadi antara aku dan Adissa. aku tau Adissa merasa risih dengan keadaan yang merugikan nya ini, karena itu aku merasa harus selalu ada buat dia, nenangin dia, biar dia gak berasa berjuang sendirian”

            “kamu ngomong gitu aku berasa kayak ada di ftv tau gak, konyol banget kamu sebijak itu” goda Mosha sembari tertawa mengejek ke sahabat nyelenehnya itu.

            “rasa sayang bisa bikin lelaki yg seperti apapun berubah sikap, Sha, sayang bisa bikin lelaki pemalu jadi cerewet, bisa bikin yg bodo amat jadi perhatian, dan bisa bikin laki-laki yg gak tau cara mulai pedekate jadi melakukan hal-hal konyol untuk cari perhatian…..”

Belum juga Bara selesai ngomong, Mosha tiba-tiba memotong pembicaraan nya.

            “seperti Raga….” Ucapnya lirih

            “bagus deh kalau kamu sadar, gak semua laki-laki bisa dengan mudah pedekate sama cewek, karena mereka punya pengalaman yg berbeda, ada yang dengan gampangnya basa-basi, ada juga yang gak tau harus mulai dari mana, Karena bisa jadi itu pengalaman pertamanya, kalian cewek jangan Cuma jago ngodein, seharusnya juga bisa baca kode” ujar Bara lagi

            “ah, Bara, omongan mu nyelekit tau. Sudahlah, kita kan udah sepakat nganggep ceritaku dengan Bara sebagai halaman kosong sebuah novel, ada tapi terlewatkan, tapi jangan di robek” ucap Mosha tersenyum simpul

            “iyya, jangan di robek. Ceritaku dengan Nessa pun akan jadi halaman yg kosong, dan aku akan memulai bab baru di halaman selanjutnya bersama Adissa, kamu pun harus begitu, kurangin-kurangin deh insecurenya, cinta sejati hanya datang pada orang yg percaya, Sha. Menurutku begitu” ujar Bara tersenyum dengan menaik turunkan alis tebalnya ke arah Mosha.

            “eh udah Magrib, lanjut curhat nya sama Tuhan aja yukk, Bar. Kamu imam-in aku yak!! ” sergap Mosha seraya menuntun tangan Bara ke kamar mandi tamu untuk mengambil wudhu.

Halaman kosong yg tidak boleh di robek maksud Bara dan Mosha adalah cerita berbalut kenangan yang seharusnya tidak perlu dibaca ulang, sesuatu yang hanya boleh jadi pegingat agar tak ada lagi halaman kosong selanjutnya. Dan sebaiknya kesalahan memang jangan pernah di hilangkan, tapi cukup diberi ruang kosong sebagai pelajaran bahwa hal kelabu itu pernah ada.